PENGARUH PENYIMPANAN DINGIN TERHADAP UMUR SIMPAN BAHAN PANGAN
PENGARUH PENYIMPANAN DINGIN TERHADAP UMUR SIMPAN BAHAN PANGAN
Muhammad Ali Muhtar
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang, PO BOX 2 Kamal, Bangkalan-Madura
(Email: alimuhtar163@yahoo.com )
Muhammad Ali Muhtar
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang, PO BOX 2 Kamal, Bangkalan-Madura
(Email: alimuhtar163@yahoo.com )
Abstrak
Penyimpanan dingin adalah upaya yang dilakukan dalam mengawetkan bahan pangan dengan penyimpanan pada suhu diatas titik beku (2-130C) dan menyesuaikan dengan karakteristik dari bahan yang akan disimpan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lemari es, thermometer alcohol, dan sealer sedangkan bahan yang digunakan terdiri atas tiga komonitas yang berbeda antara Lain komonitas sayur yaitu cabe merah, buah yaitu jeruk, hasil ternak yaitu telur, dan produk olahan yaitu tempe. Masing-masing komoditas disimpan selama 16 hari dengan berbeda perlakuan yaitu disimpan didalam suhu ruangan dan lemari es. Uji yang dilakukan adalah perhitungan berat bahan, uji organoleptik (warna, aroma, rasa, kesegaran dan tekstu). Penyimpanan dengan kamar ruang maupun suhu lemari es, pada buah jeruk mempunyai total berat yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain yaitu masing-masing 53,068 dan 81,93 serta terjadi penurunan mutu isi telur dan komposisi telur.
PENDAHULUAN
Koswara (2009) menjelaskan respirasi pada buah dan sayuran masih berlangsung setelah dipanen sampai proses pembusukan pada buah dan sayuran tersebut. Proses respirasi terjadi pada suhu optimum (suhu dimana proses metabolisme berlangsung secara sempurna). Proses metabolisme akan berjalan dengan sempurna pada suhu yang lebih tinggi ataupun suhu yang lebih rendah dari suhu optimum. Salah satu penerapan metode ini adalah dengan melakukan penyimpanan dingin. Menurut Ahmad et al (2014) penyimpanan dingin adalah salah satu cara pengawetan bahan pangan dengan penyimpanan pada suhu diatas titik beku (sekitar 2-130C dan tergantung dengan karakteristik dari bahan yang akan disimpan. Kelembaban (RH) pada bahan pangan dapat menghambat aktivitas fisiologis , aktivitas mikroba, transpirasi, dan evaporasi sampai batas tertentu sehingga terkadinya kerusakan dan dapat dihambat dengan pendinginan dari pada penyimpanan pada suhu ruangan saja.
Penyimpanan dingin merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan selain dari pengeringan karena sifat bahan pangan yang mudah rusak (Koswara. 2009). Susiwi (2009) menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi pada bahan pangan ditunjukkan dengan adanya penyimpangan yang melewati batas yang biasa diterima oleh panca indera atau parameter lain yang tidak biasa digunakan. Menurut Ansor (2010), umur simpan adalah jangka waktu dimana produk pangan tetap aman, dan mampu mempertahankan sifat fisik, kimia, sensoris dan mikrobiologis dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga jika suatu produk pangan di distribusaikan kepada konsumen, suatu produk pangan tersebut aman untuk dikonsumsi dan masih memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen.
Koswara (2009) menjelaskan respirasi pada buah dan sayuran masih berlangsung setelah dipanen sampai proses pembusukan pada buah dan sayuran tersebut. Proses respirasi terjadi pada suhu optimum (suhu dimana proses metabolisme berlangsung secara sempurna). Proses metabolisme akan berjalan dengan sempurna pada suhu yang lebih tinggi ataupun suhu yang lebih rendah dari suhu optimum. Salah satu penerapan metode ini adalah dengan melakukan penyimpanan dingin. Menurut Ahmad et al (2014) penyimpanan dingin adalah salah satu cara pengawetan bahan pangan dengan penyimpanan pada suhu diatas titik beku (sekitar 2-130C dan tergantung dengan karakteristik dari bahan yang akan disimpan. Kelembaban (RH) pada bahan pangan dapat menghambat aktivitas fisiologis , aktivitas mikroba, transpirasi, dan evaporasi sampai batas tertentu sehingga terkadinya kerusakan dan dapat dihambat dengan pendinginan dari pada penyimpanan pada suhu ruangan saja.
Penyimpanan dingin merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan selain dari pengeringan karena sifat bahan pangan yang mudah rusak (Koswara. 2009). Susiwi (2009) menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi pada bahan pangan ditunjukkan dengan adanya penyimpangan yang melewati batas yang biasa diterima oleh panca indera atau parameter lain yang tidak biasa digunakan. Menurut Ansor (2010), umur simpan adalah jangka waktu dimana produk pangan tetap aman, dan mampu mempertahankan sifat fisik, kimia, sensoris dan mikrobiologis dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga jika suatu produk pangan di distribusaikan kepada konsumen, suatu produk pangan tersebut aman untuk dikonsumsi dan masih memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen.
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini anatara lain ruang pendingin (lemari es dengan suhu antara 0 sampai dengan 50 C, termometer alcohol atau digital untuk mengukur ruang pendingin, Hygrometer untuk mengukrur kelembaban nisbi / RH untuk ruang pendingin, dan sealer.
Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini anatara lain ruang pendingin (lemari es dengan suhu antara 0 sampai dengan 50 C, termometer alcohol atau digital untuk mengukur ruang pendingin, Hygrometer untuk mengukrur kelembaban nisbi / RH untuk ruang pendingin, dan sealer.
Bahan
Dalam praktikum ini akan menggunakan bahan terhadap beberapa komoditas antara lain sayur (cabe merah), buah (jeruk), hasil ternak (telur), dan produkolahan (tempe).
Prosedur kerja
Mensortasi buah dan sayur yang tersedia, mencuci sampai bersih kemudian menirisnya sampai kering setelah itu, memasukkan kedalam kantong plastik PP (plastik ukuran 0,5 kg dilubangi dengan 10 lubang) kemudian disealer dan diberi label. Setelah diselaer disimpan pada suhu kamar (A1) dan lemari es (A2). Kemudian timbang dan amati perubahan kenampakan secara organoleptik pada hari ke 0 (T1), 4 (T2), 8 (T3), 12 (T4), dan 16 (T5). Kemudian dilanjutkan dengan mencatat setiap hari suhu kamar dan yang terakhir menentukan hari keberapa terjadi penyimpangan / perubahan dari bahan yang disimpan.
Menyiapkan dua buah telur kemudian dibersihkan dengan cara dilap. Setelah itu telur disimpan pada tempat yang sesuai dalam lemari es kemudian menimbang dan mengamati perubahann kenampakan secara organoleptik pada hari ke 0 (T1), 4 (T1), 8 (T3), 12 (T4), dan 16 (T5). Membungkus tempe dengan kantong plastik kemudian diberi label dan rekatkan dengan sealer kemudian disimpan pada tempat yang sesuai dalam lemari es. Dilanjutkan dengan menimbang dan mengamati perubahan kenampakan secara organoleptik pada hari ke 0 (T1), 4 (T1), 8 (T3), 12 (T4), dan 16 (T5).
Mensortasi buah dan sayur yang tersedia, mencuci sampai bersih kemudian menirisnya sampai kering setelah itu, memasukkan kedalam kantong plastik PP (plastik ukuran 0,5 kg dilubangi dengan 10 lubang) kemudian disealer dan diberi label. Setelah diselaer disimpan pada suhu kamar (A1) dan lemari es (A2). Kemudian timbang dan amati perubahan kenampakan secara organoleptik pada hari ke 0 (T1), 4 (T2), 8 (T3), 12 (T4), dan 16 (T5). Kemudian dilanjutkan dengan mencatat setiap hari suhu kamar dan yang terakhir menentukan hari keberapa terjadi penyimpangan / perubahan dari bahan yang disimpan.
Menyiapkan dua buah telur kemudian dibersihkan dengan cara dilap. Setelah itu telur disimpan pada tempat yang sesuai dalam lemari es kemudian menimbang dan mengamati perubahann kenampakan secara organoleptik pada hari ke 0 (T1), 4 (T1), 8 (T3), 12 (T4), dan 16 (T5). Membungkus tempe dengan kantong plastik kemudian diberi label dan rekatkan dengan sealer kemudian disimpan pada tempat yang sesuai dalam lemari es. Dilanjutkan dengan menimbang dan mengamati perubahan kenampakan secara organoleptik pada hari ke 0 (T1), 4 (T1), 8 (T3), 12 (T4), dan 16 (T5).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan es sebagai pendinginan dimulai sejak tahun 1800. Bahan pangan yang disimpan diudara sejuk sama halnya dengan menyimpan dalam es. Pada akhir abad ke 18, penyimpanan bahan pangan dalam “refrigator” mulai dikembangkan (Koswara, 2009).
Pada penelitian ini beberapa komoditas hortikultura disimpan pada suhu dingin dan mengamati pengaruh yang terjadi selama penyimpanan selama 16 hari. Pengujian organoleptik adalah pengujian nyang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai kesadaran atau pengenalan terhadap sifat-sifat benda karena adanya rangsangan benda tersebut (Kusnandar, 2013). Parameter yang digunakan pada praktikum ini meliputi berat, warna, aroma, kesegaran, dan tekstur. Penentuan bobot pada uji organoleptik setiap komoditas tersebut sebagai berikut:
a. Warna
Bobot yang diberikan pada buah jeruk dan tempe antara lain 1 (hijau), 2 (hijau kekuningan), 3 ( kuning kehijauan), 4 ( kuning), 5 (Sangat kuning / cerah), 6 (Kuning kecoklatan), 7 (Coklat kekuningan / pudar), dan 8 ( coklat pudar).
pembobotan warna pada telur antara lain 1(tidak coklat), 2 (agak coklat / coklat pudar), 3 (cukup coklat), 4 ( coklat), 5 (sangat coklat). Pembobotan pada cabe antara lain 1 (merah), 2 (merah kecoklatan / tua), 3 (coklat kemerahan), 4( coklat), 5 (sangat coklat).
b. Aroma
Penentuan bobot pada warna setiap bahan pengamatan antara lain 1 (tidak harum), 2 (agak harum), 3 (cukup harum), 4 ( harum), 5 (sangat harum), 6 (busuk).
c. Teksur
Pembobotan yang diberikan pada masing-masing bahan pengamatan antara lain 1 (tidak keras / lembek), 2 (agak keras), 3 (cukup keras), 4 (keras), dan 5 (sangat keras).
d. Kesegaran
Pembobotan kesegaran tersebut antara lain 1 (tidak segar / kisut), 2 (agak segar), 3 (cukup segar), 4 (segar), dan 5 (sangat segar).
Menurut Hermawan (2011) faktor-faktor dalam keberhasilan penyimpanan antara lain:
1. Suhu
Suhu pada penyimpanan setiap komoditas berbeda-beda. Suhu yang lebih rendah dari suhu optimum akan menyebabkan terjadinya pengembunan pada permukan bahan sehingga akan terjadi pengeriputan karena kekurangan air.
2. Kelembaban
Pada komoditi yang mudah rusak, kelembaban relatif penyimpanannnya berkisar antara 90-95%.
3. Komposisi atmosfir
Komposisi atmosfir ini hendaknya sangat diperhatikan untuk mengendalikan komoditi yang disimpan tidak menghasilkan ataupun mengkonsumsi gas.
4. Kualitas bahan
Agar penyimpanan memberikan arti yang baik, maka pada saat penyimpanan komoditas tersebut harus dipisahkan dari komoditas lain yang cacat atau lecet.
Penggunaan es sebagai pendinginan dimulai sejak tahun 1800. Bahan pangan yang disimpan diudara sejuk sama halnya dengan menyimpan dalam es. Pada akhir abad ke 18, penyimpanan bahan pangan dalam “refrigator” mulai dikembangkan (Koswara, 2009).
Pada penelitian ini beberapa komoditas hortikultura disimpan pada suhu dingin dan mengamati pengaruh yang terjadi selama penyimpanan selama 16 hari. Pengujian organoleptik adalah pengujian nyang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai kesadaran atau pengenalan terhadap sifat-sifat benda karena adanya rangsangan benda tersebut (Kusnandar, 2013). Parameter yang digunakan pada praktikum ini meliputi berat, warna, aroma, kesegaran, dan tekstur. Penentuan bobot pada uji organoleptik setiap komoditas tersebut sebagai berikut:
a. Warna
Bobot yang diberikan pada buah jeruk dan tempe antara lain 1 (hijau), 2 (hijau kekuningan), 3 ( kuning kehijauan), 4 ( kuning), 5 (Sangat kuning / cerah), 6 (Kuning kecoklatan), 7 (Coklat kekuningan / pudar), dan 8 ( coklat pudar).
pembobotan warna pada telur antara lain 1(tidak coklat), 2 (agak coklat / coklat pudar), 3 (cukup coklat), 4 ( coklat), 5 (sangat coklat). Pembobotan pada cabe antara lain 1 (merah), 2 (merah kecoklatan / tua), 3 (coklat kemerahan), 4( coklat), 5 (sangat coklat).
b. Aroma
Penentuan bobot pada warna setiap bahan pengamatan antara lain 1 (tidak harum), 2 (agak harum), 3 (cukup harum), 4 ( harum), 5 (sangat harum), 6 (busuk).
c. Teksur
Pembobotan yang diberikan pada masing-masing bahan pengamatan antara lain 1 (tidak keras / lembek), 2 (agak keras), 3 (cukup keras), 4 (keras), dan 5 (sangat keras).
d. Kesegaran
Pembobotan kesegaran tersebut antara lain 1 (tidak segar / kisut), 2 (agak segar), 3 (cukup segar), 4 (segar), dan 5 (sangat segar).
Menurut Hermawan (2011) faktor-faktor dalam keberhasilan penyimpanan antara lain:
1. Suhu
Suhu pada penyimpanan setiap komoditas berbeda-beda. Suhu yang lebih rendah dari suhu optimum akan menyebabkan terjadinya pengembunan pada permukan bahan sehingga akan terjadi pengeriputan karena kekurangan air.
2. Kelembaban
Pada komoditi yang mudah rusak, kelembaban relatif penyimpanannnya berkisar antara 90-95%.
3. Komposisi atmosfir
Komposisi atmosfir ini hendaknya sangat diperhatikan untuk mengendalikan komoditi yang disimpan tidak menghasilkan ataupun mengkonsumsi gas.
4. Kualitas bahan
Agar penyimpanan memberikan arti yang baik, maka pada saat penyimpanan komoditas tersebut harus dipisahkan dari komoditas lain yang cacat atau lecet.
Pada tabel diatas diketahui bahwa berat jeruk dari awal naik terus sampai pengamatan terakhir baik pada perlakuan yang disimpan pada lemari es maupun suhu ruang. Warna pada jeruk dengan penyimpanan suhu ruang pada hari pertama berwarna hijau kekuningan kemudian semakin lama penyimpanan warna berubah mejadi kuning kehijauan Sedangkan, pada penyimpanan lemari es yang awalnya berwarna hijau kekuningan berubah menjadi kuning keruh. Aroma pada penyimpanan jeruk dengan suhu kamar dari awal sampai dengan hari terakhir pengamatan tidak terjadi perubahan yaitu tetap tidak beraroma sedangkan pada penyimpanan dengan lemari es terjadi perubahan aroma yang awalnya tidak beraroma dan pada pengamatan hari keenam belas jeruk agak harum. Tingkat kesegaran pada jeruk selama penyimpanan pada suhu kamar mengalami penurunan yang awalnya segar menjadi kisut sedangkan pada penyimpanan dengan lemari es kesegaran pada jeruk tetap terjaga. Tekstur pada jeruk yang disimpan pada suhu kamar mulai dari agak keras sampai pada penyimpanan akhir mulai kisut atau sedikit lembek sedangkan pada penyimpanan dengan lemari es jeruk yang awalnya agak keras setelah dilakukan penyimpanan sampai pada hari keenam belas tetap yaitu agak keras.
Pada tabel diatas, berat telur yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan baik pada penyimpanan awal maupun hari terakhir. Begitupun sebaliknya pada penyimpanan dengan lemari es yang mengalami penurunan pada awal penyimpanan sampai dengan hari kedua puluh. Warna pada telur yang disimpan pada suhu ruang dari awal penyimpanan sampai dengan hari terakhir tetap berwarna berwarna coklat sedangkan pada penyimpanan dengan suhu ruang berwarna agak coklat atau lebih pudar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang. Aroma pada telur baik pada penyimpanan ruang maupun kamar yaitu tidak beraoroma. Kesegaran telur pada penyimpanan suhu ruang tentu lebih segar dibandingkan dengan telur yang disimpan pada lemari es. Tekstur pada penyimpana telur dengan suhu ruang ruangan ataupun lemari es tetap keras dan terjadi perubahan pada bagian dalam telur (ketika telur gerakkan penyusun didalam telur mulai terpisah atau mutu tekur menurun). Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara lama pemyimpanan dengan umur simpan telur.
Menurut Melia (2010) , umur simpan telur jika hanya dileletakkan pada suhu ruang mampu bertahan selama 10-14 hari. Tanda-tanda kerusakan tersebut antara lain adanya berat telur yang disebabkan oleh adanya penguapan kadar air melalui pori-pori kulit telur, terjadinya pengenceran isi telur, dan perubahan komposisi telur.
Berat tempe pada penyimpanan suhu ruang mengalami naik turun begitu pula dengan penyimpanan pada lemari es. Warna pada tempe dengan xpenyimpanan pada suhu kamar pada awal penyimpanan kuning kemudian setalah penyimpanan selama 4 hari warna dari tempe berubah menjadi kuning agak hijau sampai akhirnya pada penyimpanan hari kedelapan dan enam belas perubahan warna pada tempe mulai terlihat jelas yaitu kuning semakin hijau dan mulai ditumbuhi banyak jamur. Hal itu menunjukkan bahwa kerusakan pada tempe terlihat sangat jelas. Aroma pada tempe dengan penyimpanan suhu ruang dan lemari es pada hari pertama, empat, dan delapan menunjukkan perubahan yang sama yaitu dari cukup segar , segar sedangkan pada hari kedua belas sampai enam belas aroma dari tempe mulai membusuk. Hal ini menunjukkan bahwa tempe mulai rusak pada penyimpanan kedua belas sampai dengan hari keenam belas. Kesegaran pada tempe yang disimpan denagn suhu ruang dimulai dengan sangat segar kemudian pada hari keempat mulai agak segar dan penyimpanan hari kedelapan sampai dengan hari keenam belas tempe mulai lembek dan tak segar lagi. Sedangkan, pada penyimpanan lemari es kesegaran pada tempe lebih baik dibandigkan dengan tempe yang disimpan pada suhu ruang dan kerusakan lebih lambat sampai akhirnya pada hari terakhir penyimpanan mulai lembek dan tidak segar lagi. Tekstur pada penyimpanan dengan suhu ruanag mulai dari awal keras, kemudian empat hari berikutnya mulai cukuo keras, hari kedelapan sampai hari keenam belas mulai lembek sedangkan pada penyimpanan dengan lemari es lebih lambat kerusakannya dinbandingkan dengan suhu ruang dan kerusakan mulai terlihat pada hari kedua belas.
Penyimpanan pada suhu kamar cabe meiliki berat yang awalnya 9,147 menjadi 7,956 pada penyimpanan hari keenam belas begitu pula dengan penyimpanan pada lemari es yang awalnya 9,163 mengalami penurunan menjadi 7,644 pada penyimpanan keenam belas. Warna pada cabe yang disimpan pada suhu ruang ulai dari awal penyimpanan sempai dengan hari keenam belas tetap yaitu merah kecoklatan sedangk cabe yang disimpan pada lemari es yang awalnya merah tua menjadi merah. Warna pada cabe yang disimpan pada suhu ruang lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan pada lemari es. Aroma pada penyimpanan suhu ruang tidak beraroma sedangkan pada penyimpanan dengan lemari es mulai muncul pada penyimpanan kehari keempat. Kesegaran pada penyimpanan suhu ruang mulai menurun sampai akhirnya pada penyimpanan hari terakhir cabe mulai layu dibandingkan dengan penyimpanan pada lemari es tingkat kesaegaran pada cabe tetap terjaga. Tekstur pada penyimpanan suhu ruang mengalami penurunan pada penyimpanan kedelapan dan pada penyimpanan hari terakhir tekstur dari cabe menjadi agak keras. Berbeda dengan penyimpanan pada lemari es tekstur pada cabe semakin hari semakin keras. Hal ini menunjukkan bahwa semakin semakin lama penyimpanan cabe pada lemari es akan menyebabkan tekstur semakin keras karena adanya kandungan air yang terjaga sehingga struktur dari bahan tetap.
Jeruk yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan sebesar 1,21% pada hari keempat penyimpanan kemudian pada hari kedelapan jeruk bertambah berat dan hari kedua belas mengalami penurunan bobot kembali sampai akhirnya pada penyim[panan terakhir jeruk mengalami pertambahan bobot kembali. Sedangkan pada penyimpanan lemari es hanya pada hari kedua belas mengalami penambahan bobot Telur yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan bobot sebesar 2,1%, 8,97%, 3,13%, dan 1,89% sedangkan pada penyimpanan lemari es, hari kedua belas mengalami penambahan bobot.
Tempe yang disimpan pada suhu ruang menhgalami penurunan bobot pada hari keempat sampai dengan hari kedelapan sedangkan hari kedua belas sampai dengan hari kedua belas sampai dengan hari keenam belas mengalami pertambahan bobot. Berbeda dengan tempe yang yang disimpan pada lemari es hanya mengalami pertambahan bobot pada hari kedelapan. Cabe yang disimpan pada suhu kamar mengalami penambahan bobot pada penyimpanan keenam belas sedangkan pada penyimpanan dengan lemari es penambahan bobot hanya terjadi pada penyimpanan keenam belas saja.
Menurut Susiwi (2009), tanda-tanda kerusakan bahan pangan akibat penanganan bahan yang tidak benar antara lain :
1. Kerusakan mikrobiologis
Kerusakan mikrobiologis disebabkan oleh mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa makromolekul pada bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Kerusakan mikrobiologis dapat mengganggu kesehatan karena kandungan racunnya dan menjadi sumber kontaminasi bagi bahan pangan lainnya.
2. Kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis di sebabkan oleh benturan-benturan mekanis seperti benturan antar bahan,, benturan ketika proses panen, benturan saat pengankutan dan lain-lain.
3. Kerusakan biologis.
Disebabkan karena reaksi reaksi metabolisme ataupun aktivitas enzim yang ada dalam bahan pangan, aktivitas serangga dan binatang pengerat.
4. Kerusakan kimia
Penyebab kerusakan kimia seperti adanya perubahan pH yang menyeabkan suatu oigmen perubahan warna, serta protein yang mengalami denaturasi dan penggumpalan.
Salah satu teknik pengawetan bahan pangan yakni dengan penggunaan bahan alami yang bersifat sebagai pengawet seperti kayu manis, garam, gula, bawang putih dan lain-lain. Pengguanan bahan alami tersebut dapat memperpanjang umur simpan dari prodak pangan yang diinginkan. Prinsip bahan alami dalam mengawetkan bahan pangan yakni dengan mencegah kondisi dimana mikroba, enzim-enzim dan reaksi kimia lainnya tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan pangan.
Menurut Susiwi (2009), tanda-tanda kerusakan bahan pangan akibat penanganan bahan yang tidak benar antara lain :
1. Kerusakan mikrobiologis
Kerusakan mikrobiologis disebabkan oleh mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa makromolekul pada bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Kerusakan mikrobiologis dapat mengganggu kesehatan karena kandungan racunnya dan menjadi sumber kontaminasi bagi bahan pangan lainnya.
2. Kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis di sebabkan oleh benturan-benturan mekanis seperti benturan antar bahan,, benturan ketika proses panen, benturan saat pengankutan dan lain-lain.
3. Kerusakan biologis.
Disebabkan karena reaksi reaksi metabolisme ataupun aktivitas enzim yang ada dalam bahan pangan, aktivitas serangga dan binatang pengerat.
4. Kerusakan kimia
Penyebab kerusakan kimia seperti adanya perubahan pH yang menyeabkan suatu oigmen perubahan warna, serta protein yang mengalami denaturasi dan penggumpalan.
Salah satu teknik pengawetan bahan pangan yakni dengan penggunaan bahan alami yang bersifat sebagai pengawet seperti kayu manis, garam, gula, bawang putih dan lain-lain. Pengguanan bahan alami tersebut dapat memperpanjang umur simpan dari prodak pangan yang diinginkan. Prinsip bahan alami dalam mengawetkan bahan pangan yakni dengan mencegah kondisi dimana mikroba, enzim-enzim dan reaksi kimia lainnya tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan pangan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama penyimpanan maka akan berpengaruh terhadap organoleptik dan kehilangan bobot pada bahan pangan, penyimpanan jeruk pada lemari es lebih baik dibandingkan dengan penyimpan pada suhu ruang, kerusakan pada telur tidak hanya secara organoleptik akan tetapi kerusakan pada mutu telur yaitu pengenceran isi telur dan komposisi telur, kerusakan pada tempe lebih cepat dibandingkan dengan bahan yang lain dan beraroma busuk dan ditumbuhi banyak jamur serta cabe yang disimpan pada lemari es memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang.
Saran
Penyimpanan pada bahan pangan dapat dilakukan dengan memahami sifat dan karakteristik dari komoditas terdahulu dan disaat melakukan pengamatan diharapkan dapat didampingi oleh asisten praktikum dan dihadiri oleh semua praktikan yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama penyimpanan maka akan berpengaruh terhadap organoleptik dan kehilangan bobot pada bahan pangan, penyimpanan jeruk pada lemari es lebih baik dibandingkan dengan penyimpan pada suhu ruang, kerusakan pada telur tidak hanya secara organoleptik akan tetapi kerusakan pada mutu telur yaitu pengenceran isi telur dan komposisi telur, kerusakan pada tempe lebih cepat dibandingkan dengan bahan yang lain dan beraroma busuk dan ditumbuhi banyak jamur serta cabe yang disimpan pada lemari es memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang.
Saran
Penyimpanan pada bahan pangan dapat dilakukan dengan memahami sifat dan karakteristik dari komoditas terdahulu dan disaat melakukan pengamatan diharapkan dapat didampingi oleh asisten praktikum dan dihadiri oleh semua praktikan yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, usman., emmy darmawati., nur rahma refilla. 2014. Kajian Metode Pnelitian Terhadap Umur Simpan Buah Manggis (Garcinia Mangostana) Semi-Cutting Dalam Penyimpanan Dingin. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). Vol. 19. No. 2.
Ansor. 2011. Pengaruh Suhu Dan Kelembaban Udara Terhadap Perubahan Mutu Tablet Efferverscen Sari Buah Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan. Vol. 22. No. 1.
Hermawan. 2011. Pengawetan. Jurnal teknologi Pangan dan Agroindustri. Vol. 1. No. 2.
Kusnandar. 2013. Pengawetan makanan dan pengaruhnya.
Susiwi. 2009. Handout “ Mata Kuliah Regulasi pangan (KI 531).